TEROPONGNUSA.COM
| JAKARTA – Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI)
sejak awal mendorong pelaksnaan uji sertifikasi jurnalis (wartawan) melalui
lembaga resmi yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia yakni Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP), bukan oleh Dewan Pers (DP). Alasan utamanya adalah
karena lembaga yang diberi kewenangan oleh negara melalui perundang-undangan
adalah BNSP. Jadi, ketika DP melakukan program sertifikasi untuk wartawan, hal
itu dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas alias illegal.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum PPWI,
Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, kepada media ini menanggapi santernya
pemberitaan bahwa BNSP melarang DP mengeluarkan sertifikasi wartawan [1].
“Program uji kompetensi wartawan yang diselenggarakan oleh Dewan Pers itu illegal,
sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut juga illegal, sebab tidak
punya dasar hukum yang jelas. Oleh karenanya, PPWI konsisten untuk menolak
sertifikasi wartawan dilakukan oleh lembaga yang tidak berwenang seperti DP
itu,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini, Kamis, 27 Mei 2021.
Sebagaimana marak diberitakan dalam beberapa
minggu terakhir ini bahwa BNSP melalui komisionernya secara tegas menyatakan
bahwa Dewan Pers tidak boleh mengeluarkan sertifikasi kompetensi wartawan, menyusul
Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia dan Standar Kompetensi Kerja Khusus
Wartawan sudah resmi hadir dalam sistem sertifikasi kompetensi nasional. “Dewan
Pers boleh melaksanakan sertifikasi kompetensi, tapi harus lewat LSP yang
berlisensi BNSP,” terang Komisioner BNSP, Henny S Widyaningsih, beberapa waktu
lalu.
Ketum PPWI yang terkenal getol membela
wartawan yang termaginalkan itu kemudian melanjutkan bahwa pihaknya sangat
mendukung langkah dan pernyataan BNSP tersebut. PPWI juga akan terus mengawal
dan mendorong para wartawan untuk mengikuti program sertifikasi kompetensi
khusus wartawan yang akan diselenggarakan oleh BNSP melalui LSP Pers Indonesia.
“Program BNSP terkait sertifikasi wartawan
dengan menggandeng LSP Pers Indonesia ini sudah sangat tepat dan benar sesuai
peraturan perundangan. PPWI sangat mendukung dan akan mendorong setiap warga
masyarakat yang ingin berkecimpung dalam dunia jurnalistik untuk mengikuti uji
kompetensi khusus wartawan melalui BNSP,” beber Lalengke.
Bagaimana dengan UKW dan sertifikat yang
sudah dimiliki oleh belasan ribu wartawan selama ini? Demikian tanya pewarta
media ini.
Merespon pertanyaan itu, lulusan pasca
sarjana bidang Global Ethics dan Birmingham University, Inggris, ini mengatakan
bahwa para pemegang sertifikat kompetensi versi DP dapat mengembalikan
sertifikatnya dan meminta kembali dana UKW yang pernah disetorkan ke lembaga
penyelenggara UKW illegal tersebut. “Sebagaimana saya sebutkan berkali-kali
bahwa sertifikatnya illegal karena dihasilkan melalui program illegal oleh
lembaga yang tidak berwenang untuk itu [2], maka sebaiknya sertifikat itu
dikembalikan kepada lembaga yang mengeluarkannya. Kembalikan sertifikatnya dan
minta dikembalikan biaya yang pernah disetorkan untuk UKW illegal tersebut. Setelah
itu, silahkan ikuti program sertifikasi resmi melalui BNSP,” ujar Lalengke.
Senada dengan Ketum PPWI, Sekretaris Jenderal
PPWI, Fachrul Razi, MIP, menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh keputusan
PPWI untuk memback-up BNSP dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya
melakukan sertifikasi wartawan melalui LSP yang ditunjuk. “Kita dukung penuh.
BNSP harus mengambil peran untuk menjalankan tugasnya yakni mensertifikasi
setiap bidang profesi dan keahlian, termasuk profesi jurnalistik,” tegas
Fachrul yang sehari-hari menjabat sebagai Ketua Komite I DPD RI.
Sementara terkait sertifikat UKW yang dinilai
illegal, Senator DPD RI dari Aceh itu mengatakan PPWI bisa buka posko pengaduan
bagi mereka yang merasa dirugikan karena dipaksa mengikuti UKW oleh lembaga yang
tidak berwenang selama ini. “Sampaikan saja laporan ke Sekretariat Nasional
PPWI, sertakan bukti sertifikatnya dan bukti pembayaran biaya UKW yang diminta
lembaga saat mengikuti UKW itu. Nanti kita advokasi, menuntut lembaga yang
telah merugikan masyarakat itu,” ujar lulusan program master bidang ilmu
politik dari Fisipol Universitas Indonesia ini. (APL/Red)